ADS

Penjelasan Administrator Bpjs Soal Blokir Sim Dan Paspor Per 1 Januari 2019 Bagi Yang Belum Ikut Bpjs

Warga sedang mengantre untuk mengurus pembuatan BPJS Kesehatan di Jalan Karya, Medan.

TRIBUN-MEDAN.COM -Direktur BPJS Kesehatan Fahmi Idris membantah kabar ihwal hukuman pencabutan layanan publik bagi masyarakat yang belum mendaftarkan diri sebagai peserta BPJS Kesehatan mulai 1 Januari 2019.

"Bahwa untuk memulai hukuman itu sudah ada normanya, tapi apakah untuk mengeksekusinya satu Januari. Saya tegaskan itu belum," kata Fahmi dalam jumpa pers di Jakarta, Kamis (20/12).

Sebelumnya, tersebar foto selebaran yang mengimbau masyarakat untuk segera mendaftarkan diri dan seluruh anggota keluarganya ke BPJS Kesehatan pada tanggal 1 Januari 2019; kalau tidak, akan dikenakan hukuman berupa pencabutan layanan publik, antara lain Izin Mendirikan Bangunan (IMB), Surat Izin Mengemudi (SIM), dan paspor.

Namun Fahmi menegaskan bahwa BPJS tidak mempunyai kemampuan untuk menunjukkan hukuman terkait pelayanan publik.

Sanksi administratif bagi setiap orang yang belum mendaftarkan diri dan keluarganya sebagai peserta Jaminan Kesehatan Nasional (JKN) tertuang dalam hukum pemerintah; tepatnya, Perpres No. 82 Tahun 2018 ihwal Jaminan Kesehatan dan PP No. 86 Tahun 2013.

Tapi, Fahmi mengatakan, penerapan hukuman tersebut sangat tergantung pada pihak-pihak yang bekerja sama dengan BPJS.

"Soal SIM tentu kita harus bicara dengan kepolisian, kemudian paspor dengan imigrasi," ia mencontohkan.

Ia menyatakan bahwa hingga ketika ini belum ada keputusan untuk mulai menerapkan hukuman tersebut mulai 1 Januari 2019.

"Nah apakah 1 Januari (2019) berjalan... nah hingga kemarin kita diskusikan termasuk kita bicarakan di dewan perwakilan rakyat ya itu belum ada keputusan untuk dijalankan," ujarnya.

Peraturan Presiden Nomor 82 Tahun 2018 Tentang Jaminan Kesehatan

Pasal 17

(1) Kewajiban melaksanakan registrasi sebagai Peserta Jaminan Kesehatan yang telah ditentukan sesuai dengan batas waktunya namun belum dilakukan maka dikenai hukuman sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.

(2) Kewajiban melaksanakan registrasi sebagai peserta Jaminan Kesehatan bagi PBPU dan BP dilaksanakan paling lambat tanggal 1 Januari 2019.

Pasal 19

Ketentuan lebih lanjut mengenai mekanisme registrasi dan manajemen kepesertaan diatur dengan Peraturan BPJS Kesehatan sehabis berkoordinasi dengan kementerian/lembaga terkait.

Peraturan Pemerintah Nomor 86 Tahun 2013 Tentang Tata Cara Pengenaan Sanksi Administratif Kepada Pemberi Kerja Selain Penyelenggara Negara Dan Setiap Orang, Selain Pemberi Kerja, Pekerja, Dan Penerima Bantuan Iuran Dalam Penyelenggaraan Jaminan Sosial

Pasal 4

(1) Setiap orang, selain pemberi kerja, Pekerja, dan akseptor pertolongan iuran yang memenuhi ketentuan peraturan perundang-undangan wajib:

a) mendaftarkan dirinya dan anggota keluarganya sebagai peserta kepada BPJS; dan

b) menunjukkan data dirinya dan anggota keluarganya secara lengkap dan benar kepada BPJS.

Pasal 9

(2) Sanksi tidak menerima pelayanan publik tertentu yang dikenai kepada setiap orang, selain pemberi kerja, Pekerja, dan akseptor pertolongan iuran yang memenuhi persyaratan kepesertaan dalam kegiatan jaminan sosial meliputi:

a) Izin Mendirikan Bangunan (IMB)

b) Surat Izin Mengemudi (SIM)

c) akta tanah

d) paspor; atau

e) Surat Tanda Nomor Kendaraan (STNK).

(3) Pengenaan hukuman tidak menerima pelayanan publik tertentu dilakukan oleh unit pelayanan publik pada instansi Pemerintah, pemerintah kawasan provinsi, atau pemerintah kawasan kabupaten/kota

Sanksi ini ialah salah satu ikhtiar BPJS untuk meningkatkan cakupan kegiatan Jaminan Kesehatan Nasional (JKN), yang hingga Oktober 2018 mencapai 75,88%, dengan menyasar kelompok yang disebut 'missing middle'—warga yang bekerja di sektor informal (non-salaried worker) – tanpa keharusan dari majikan untuk mendaftar ke BPJS – dan tidak hidup dalam kemiskinan.

Menurut peneliti di Fakultas Kedokteran UI, Rina Agustina, kebanyakan dari kelompok tersebut ialah warga berusia 20-35 tahun.

Padahal, mereka sangat diharapkan untuk menunjang JKN alasannya ialah relatif jarang sakit.

Studi yang diterbitkan di jurnal ilmiah The Lancet, di mana Rina menjadi penulis pertamanya, mendapati bahwa 50% dari warga usia 20-35 tahun dari kelas menengah dan menengah-bawah belum tercakup JKN.

Namun Ketua Departemen Ilmu Ekonomi UI Teguh Dartanto beropini bahwa hukuman pencabutan layanan publik seharusnya diterapkan kepada peserta JKN yang menunggak iuran.

Ia menyoroti bahwa sebagian besar peserta yang nunggak bahwasanya tidak miskin, alasannya ialah warga miskin sudah tercakup dalam Program Bantuan Iuran (PBI) nasional dan daerah.

Dari perspektif ekonomi, hukuman yang berlaku kini – berupa penghentian jaminan kesehatan dan denda – tidak berkelanjutan, kata Teguh.

"Artinya kita juga harus balance mengenai layanan sebagai sebuah hak warga negara, tapi juga kita harus memikirkan keberlanjutan sistem ini jangka panjangnya menyerupai apa."

Bagaimanapun, ia menilai bahwa hukuman pencabutan layanan publik tidak memungkinkan untuk diterapkan pada awal 2019 karena ongkos politik yang terlalu besar.

"Karena mungkin akan membuat kegaduhan... dan itu mungkin tidak efektif," ujarnya. (bbc news indonesia)


baca sumber

Subscribe to receive free email updates:

ADS