ADS

Aneh! Gubernur Dan Dpr Papua Justru Minta Tni Ditarik, Kodam Cendrawasih: Yang Merasa Terganggu Yakni Pelaku Kejahatan Berlumur Dosa

Ilustrasi Tentara Nasional Indonesia di Papua

Laporan wartawan GridHot.ID, Dewi Lusmawati

GridHot.ID - Kelompok Kriminal Bersenjata Organisasi Papua Merdeka ( KKB OPM) membunuh sejumlah pekerja BUMN PT Istaka Karya yang membangun jalan di Kali Yigi-Kali Aurak, Distrik Yigi, Kabupaten Nduga, Papua pada Minggu (2/12/2018).

Tim adonan Tentara Nasional Indonesia dan Polisi Republik Indonesia pun diterjunkan ke Papua untuk mengevakuasi korban dan memburu kelompok bersenjata (KKB) yang menyerang pekerja BUMN PT Istaka Karya yang mengerjakan proyek jalan Trans Papua di Kabupaten Nduga, Papua.

Para pelaku pembunuhan pekerja BUMN PT Istaka Karya yang membangun proyek jembatan di Nduga, Papua, bersembunyi di hutan-hutan, dan masih terus dikejar dan dilacak.

Namun alih-alih memberi pertolongan pada Tentara Nasional Indonesia dan Polri, pejabat legislatif di Papua justru minta pasukan adonan tersebut ditarik.

Gubernur Papua Lukas Enembe dan Ketua Dewan Perwakilan Rakyat Papua (DPRP) Yunus Wonda serta para pimpinan Fraksi DPRP, pada Kamis (20/12/2018) menyatakan sebuah seruan.

Dikutip GridHot.ID dari Wartakota, dalam undangan itu, Lukas Enembe dan para pemimpin legislatif di Papua meminta Presiden RI, Panglima TNI, dan Kapolri, semoga menarik seluruh pegawanegeri Tentara Nasional Indonesia dan Polisi Republik Indonesia yang sedang melaksanakan kiprah pengamanan di Kabupaten Nduga, pasca-terjadinya tindakan pembantaian di Puncak Kabo, Distrik Yigi, Kabupaten Nduga, pada awal Desember lalu.

Menanggapi undangan tersebut, pejabat Kodam XVII/Cenderawasih menyatakan kehadiran pegawanegeri Tentara Nasional Indonesia di Kabupaten Nduga untuk melindungi rakyat dari kekejaman kelompok kriminal separatis bersenjata (KKSB), bukan untuk membunuh rakyat.

Demikian pernyataan Kepala Penerangan Kodam XVII/Cenderawasih Kolonel Inf M Aidi di Jayapura, Jumat (21/12/2018) ibarat dilansir dari Antaranews.

"Saya sudah baca undangan tersebut yang diberitakan oleh beberapa media. Seruan tersebut menawarkan bahwa Gubernur dan Ketua DRPP serta para pihak tidak memahami kiprah pokok dan fungsinya (tupoksi) sebagai pemimpin, pejabat dan wakil rakyat," katanya.

Gubernur berkewajiban menjamin segala kegiatan nasional harus sukses dan berjalan dengan lancar di wilayahnya.

Bukan sebaliknya malah gubernur bersikap menentang kebijakan nasional.

"Kehadiran Tentara Nasional Indonesia dan Polisi Republik Indonesia di Nduga termasuk di tempat lain di seluruh wilayah NKRI yaitu untuk mengemban kiprah negara guna melindungi segenap rakyat dan seluruh tumpah darah Indonesia. Kok, gubernur dan ketua DPRP malah melarang kami bertugas, sedangkan para gerombolan separatis yang nyata-nyata telah melaksanakan pelanggaran aturan dengan membantai rakyat, mengangkat senjata untuk melawan kedaulatan negara malah didukung dan dilindungi," katanya.


Anggota Tentara Nasional Indonesia yang diterjunkan ke Papua

Hingga kini, kata dia, masih ada empat orang korban pembantaian oleh KKSB yang belum diketahui nasibnya dan entah dimana rimbanya.

"Bapak gubernur, ketua DPRP, para ketua fraksi DPRP, pemerhati HAM dan seluruh pihak-pihak yang berkepentingan, apakah saudara-saudari semua sanggup memahami bagaimana perasaan murung keluarga korban yang setiap ketika menanyakan kepada TNI-Polri ihwal nasib keluarganya yang masih hilang," katanya dengan nada bertanya.

"Apalagi bila mereka mendengar bahwa Tentara Nasional Indonesia dan Polisi Republik Indonesia telah menghentikan pencarian lantaran perintah gubernur dan DPRP? Dimana hati nurani saudara-saudari sebagai insan ciptaan Tuhan apalagi sebagai pemimpin. Bagaimana bila hal tersebut terjadi pada Anda," lanjutnya.


Anggota Tentara Nasional Indonesia yang diterjunkan untuk penyelamatan pekerja PT Istaka Karya di Papua

Sebagaimana yang tertuang dalam UU RI Nomor 3 Tahun 2014 Tentang Pemerintan Daerah pasal 67 berbunyi, kewajiban kepala tempat dan wakil kepala tempat meliputi: khususnya poin; a. memegang teguh dan mengamalkan Pancasila, melaksanakan Undang-Undang Dasar 1945 serta mempertahankan dan memelihara keutuhan NKRI.

Lalu, pada poin f yakni melaksanakan kegiatan strategis nasional.

Dengan demikian, kata dia, bila Gubernur Lukas Enembe bersikap mendukung usaha separatis Papua merdeka dan menolak kebijakan progam strategis nasional maka telah melanggar UU negara dan patut dituntut sesuai dengan hukum.

"Gubernur yaitu ketua Forkopimda di tempat dengan anggotanya mencakup Pangdam, Kapolda, Ketua Pengadilan dan Kepala Kejaksaan," katanya.

Dengan posisi sebagai gubernur, seharusnya melaksanakan rapat Forkopimda untuk bahu-membahu membahas ihwal upaya menumpas gerakan separatis di wilayahnya.

Bukan menciptakan pertanyataan yang seolah-olah mejadi juru bicara gerombolan separatis dan menyudutkan peranan TNI-Polri dalam penegakan hukum.

"Kodam XVII/Cenderawasih tidak akan menarik pasukan dari Kabupaten Nduga, lantaran selaku prajurit di lapangan, hari raya bukanlah alasan untuk ditarik dari penugasan, lantaran kami yakin Tuhan pun juga maha tahu akan kondisi itu. Sebagian besar prajurit kami juga umat Kristiani," katanya.

"Pangdam dan Kapolda juga hamba Tuhan. Kami parjurit sudah terbiasa merayakan hari raya di tempat penugasan, di gunung, di hutan, di tengah bahari atau dimana pun kami ditugaskan. Dan tidak ada persoalan dengan perayaan Natal di Mbua dan Yigi kompleks, rakyat dan pegawanegeri keamanan khususnya umat Kristiani akan melaksanakan ibadah secara bersama-sama," sambungnya.


TNI dan Polisi Republik Indonesia siap buru Egianus Kogeya beserta komplotannya.

Menurut dia, pada 6 Desember 2018, di Mbua dilaksanakan ibadah bersama antara rakyat dan Tentara Nasional Indonesia di Gerja Mbua yang dipimpin oleh Pendeta Nataniel Tabuni yang merupakan Koordinator Gereja se-Kabupaten Nduga, yang dihadiri oleh Danrem 172/PWY Kolonel J Binsar P Sianipar.

"Di sini, saya ingin menegaskan bahwa terjadinya tindakan kekerasan yang memakan korban dan menimbulkan stress berat terhadap rakyat di Nduga termasuk di tempat mana pun di seluruh Indonesia bukan disebabkan lantaran hadirnya pegawanegeri keamanan Tentara Nasional Indonesia dan Polisi Republik Indonesia di tempat tersebut," katanya.

Tetapi kekerasan itu terjadi lantaran adanya pelanggaran hukum, lantaran adanya gerombolan separatis yang mempersenjatai diri secara illegal, melaksanakan pembantaian secara keji terhadap rakyat sipil yang tidak berdosa.

"Ingat, mempersenjatai diri sendiri cara illegal itu sudah merupakan pelanggaran aturan berat yang tidak pernah dibenarkan dari sudut pandang aturan mana pun di seluruh dunia, bukan hanya di Indonesia. Tapi bila pegawanegeri keamanan yang diminta untuk meletakkan senjata, itu yaitu kesalahan terbesar," katanya.

"Jadi berdasarkan saya, gubernur dan Ketua DPRP serta pihak mana pun tidak sepantasnya meminta pegawanegeri keamanan Tentara Nasional Indonesia dan Polisi Republik Indonesia ditarik dari Nduga dan di tempat tersebut telah terjadi pelanggaran aturan berat yang harus mendapat penindakan hukum," katanya.

Justru apabila, Tentara Nasional Indonesia dan Polisi Republik Indonesia tidak hadir, padahal nyata-nyata di tempat tersebut telah terjadi pelanggaran aturan berat maka patut di sebut Tentara Nasional Indonesia dan Polisi Republik Indonesia atau negara telah melaksanakan tindakan pembiaran.

Sehingga, sudah seharusnya bila gubernur dan Ketua DPRP sebagai seorang pemimpin dan wakil rakyat yang bijak, tidak harus meminta pegawanegeri keamanan Tentara Nasional Indonesia dan Polisi Republik Indonesia yang ditarik.

"Tetapi para pelaku pembantaian itulah yang harus didesak untuk menyerahkan diri beserta senjatanya kepada pihak yang berwajib guna menjalani proses aturan untuk mempertanggung jawabkan perbuatannya. Bukankah gerombolan separatis pimpinan Egianus Kogoya telah menyatakan bahwa merekalah yang bertanggung jawab, telah melaksanakan pembantaian terhadap puluhan karyawan PT Isataka Karya," katanya.


Egianus Kogeya

Jika mereka memang bertanggung jawab, lanjut dia, harusnya jangan menjadi pengecut dan bersembunyi kemudian kemana-mana berkoar-koar seolah-olah mereka yang teraniaya, sedangkan pegawanegeri keamanan dituduh sebagai penjahat kemanusiaan.

"Kami, Tentara Nasional Indonesia dan Polisi Republik Indonesia bukan tiba untuk menakut-nakuti rakyat apalagi membunuh rakyat. Yang kami cari yaitu mereka para pelaku pembantaian. Rakyat dan pegawanegeri Tentara Nasional Indonesia serta Polisi Republik Indonesia sanggup merayakan Natal bersama di tempat tersebut. Rakyat tidak perlu merasa terganggu atas kehadiran di Mbua dan Yigi Kompleks. Yang merasa terganggu yaitu mereka para pelaku kejahatan yang berlumuran dosa telah membatai warga sipil yang tidak berdaya," katanya.

Kepada para kelompok-kelompok berkepentingan, para pejabat birokrat, wakil rakyat, akademisi, tokoh agama, aktivis, pemerhati HAM dan lain-lain yang selalu berkomentar miring menyudutkan pegawanegeri Tentara Nasional Indonesia dan Polri, seolah-olah tidak ada sesuatu pun yang benar yang dilakukan oleh Tentara Nasional Indonesia dan Polri.

"Instropeksi diri saudara-saudari, berhentilah mengatas namakan rakyat, seolah-olah saudara yaitu yang kuasa pelindung dan penyelamat rakyat, lantaran belum tentu juga seberapa besar peranan saudara untuk memihak kepada kepentingan rakyat," katanya.(*)


baca sumber

Subscribe to receive free email updates:

ADS