Proyek infrastruktur Jokowi disebut banyak menimbulkan konflik agraria dan sumber daya alam. (ANTARA FOTO/Wahyu Putro A)
Konflik agraria jadi salah satu fokus Komnas HAM dalam peringatan Hari HAM Internasional 2018. Secara spesifik, Taufan menyebut ada tugas proyek pembangunan Presiden Joko Widodo dalam pelanggaran itu.
"Banyak aduan terkait pelanggaran hak atas kesejahteraan, khususnya yang menyangkut agraria dan sumber daya alam. Tingginya konflik agraria antara lain berkaitan dengan kegiatan pembangunan infrastruktur yang jadi prioritas Presiden Joko Widodo," kata Taufan ketika berpidato pada Peringatan Hari HAM Internasional 2018 di Hotel Royal Kuningan, Jakarta, Senin (10/12).
Hal ini, katanya, berkaitan dengan banyaknya kegiatan infrastruktur yang serang dikebut pemerintah. Taufan menyebut setidaknya ada 269 proyek infrastruktur yang tercantum dalam Perpres Nomor 3 Tahun 2016 yang lalu direvisi Perpres Nomor 58 Tahun 2017.
Meski begitu, kata Taufan, pemerintahan Jokowi sudah mulai memperbaiki hal itu. Misalnya dalam pembagian jutaan akta lahan bagi masyarakat. Juga dengan penandatanganan Perpres Nomor 86 Tahun 2018 wacana Reforma Agraria.
"Ada kemajuan, tapi masih ada tantangan yang harus dihadapi," tambah dia.
Di kesempatan yang sama, Menteri Menteri Agraria dan Tata Ruang Sofyan Djalil menjawab pernyataan Komnas HAM. Sofyan menyebut konflik agraria yakni dilema kompleks.
Konflik agraria, katanya, terjadi sebab proses peradilan sengketa tanah yang belum efisien. Selain itu, ada kesemrawutan pendataan tanah semenjak dahulu.
"Ini permasalahannya yakni dilema pertanahan ini tidak ditangani secara sistematik semenjak waktu lama. Baru pemerintah Pak Jokowi ingin menangani secara sistematik," kata Sofyan.
Sofyan mengklaim pemerintahan Jokowi menaruh perhatian luar biasa terhadap hal ini. Beberapa kegiatan ditujukan untuk menyudahi konflik agraria.
Ia menyebut ada kegiatan pembagian akta tanah kepada masyarakat. Program itu dimulai tahun 2017 dengan pembagian lima juta akta dan akan terus bertambah sampai simpulan pada tahun 2025.
"Ini dilakukan sebab dilema belum terdatanya tanah menjadikan konflik antar masyarakat, antara masyarakat dengan perusahaan, masyarakat dengan instansi pemerintah, dan seterusnya," kata dia.
baca sumber