Ravina Shamdasani. ©Northwestern University
Dilansir dari laman Radio New Zealand, Senin (10/12), juru bicara OHCHR Ravina Shamdasani menyampaikan kekerasan yang terjadi pekan kemudian itu tidak sanggup diterima.
Namun beliau menuturkan akar dilema di Papua selama ini tidak dipahami dan ditangani dengan baik oleh pemerintah Indonesia.
"Ada banyak keluhan, dan ini juga banyak terjadi di kepingan dunia lain, ketika keluhan tidak ditanggapi atau ada tekanan turun temurun maka orang main hakim sendiri lantaran bunyi mereka tidak didengar," kata dia.
"Inilah yang ketika ini terjadi di lapisan masyarakat bawah di Papua."
Meski aneka macam proyek pembangunan di Papua didanai negara dan ada peningkatan, tapi hal itu tidak melibatkan orang Papua untuk dimintai konsultasi, kata dia.
"Kalau mereka tidak sanggup menyuarakan pendapat, tidak terlibat dalam pengambilan keputusan, maka pembangunan yang ada boleh jadi tidak menciptakan kesejahteraan mereka meningkat lantaran semua itu tidak menuntaskan dilema mereka."
Tak hanya itu, Shamdasani menyampaikan OHCHR juga prihatin dengan banyaknya orang yang ditangkap ketika ada unjuk rasa tenang untuk memperingati apa yang disebut Hari Kemerdekaan Papua 1 Desember lalu.
Lebih dari 500 orang ditangkap, termasuk mahasiswa yang ingin berunjuk rasa di Surabaya.
Shamdasani menyerukan pemerintah Indonesia memastikan abdnegara keamanan menahan diri dalam menghadapi unjuk rasa dan menghormati kebebasan untuk berpendapat.
Sebelumnya, Presiden Joko Widodo telah memerintahkan jajaran Tentara Nasional Indonesia dan Polisi Republik Indonesia untuk menangkap para pelaku penembakan dan pembunuhan terhadap pekerja proyek pembangunan di wilayah timur Indonesia itu.
Presiden menyampaikan Panglima Tentara Nasional Indonesia Marsekal Hadi Tjahjanto bersama Wakil Kepala Polisi Republik Indonesia Komisaris Jenderal (Polisi) Ari Dono telah berada di Papua untuk menangani kejahatan yang menewaskan belasan pekerja tersebut.
"Saya tegaskan bahwa tidak ada kawasan untuk kelompok-kelompok kriminal bersenjata menyerupai ini di tanah Papua, maupun di seluruh pelosok Tanah Air," kata Presiden.
Senada dengan presiden, Wapres Jusuf Kalla menilai peristiwa penembakan oleh kelompok pemberontak dengan target para pekerja yang membangun jembatan distrik di Kali Yigi-Kali, Papua Barat melanggar ketentuan NKRI. Sebab Itu beliau meminta abdnegara aturan menindak tegas.
"Motifnya macam-macam, ada separatisme. Apapun yang dibentuk pemerintah tetap saja mereka ingin merdeka, itu melanggar ketentuan kita bersama, negara kesatuan, NKRI. Itu harus tentunya dilawan," katanya di Bandar Lampung, Sabtu (8/12).
Dia menjelaskan, pembangunan jalan trans Papua tersebut harus tetap berjalan. Pasalnya bila pembangunan tersebut rampung kemakmuran masyarakat di sana akan meningkat.
"Masyarakat sanggup menjual barangnya. Kalau tidak ada jalan gimana?" imbuhnya.
Tidak hanya itu, JK juga meminta biar jajaran Tentara Nasional Indonesia dan Polisi Republik Indonesia harus melaksanakan operasi besar-besaran menyusul bencana pelanggaran hak asasi insan (HAM) yaitu penembakan terhadap pekerja konstruksi di Kabupaten Nduga, Provinsi Papua.
"Supaya jangan dituduh kita yang melanggar HAM, padahal yang melanggar HAM itu siapa? Mereka (pelaku) kan yang melanggar HAM. Oleh lantaran itu maka untuk kasus ini ya polisi dan Tentara Nasional Indonesia harus operasi besar-besaran," tegasnya.
(mdk/pan)
baca sumber